Rabu, 05 Oktober 2011

Fisiologi Deglutitio


Kelompok 2 (1B2) :
Martha Diana P.P.           (A102.07.027)
Monica Risti N.               (A102.07.028)
Nadia Despina Araya       (A102.07.030)
Nurul Halifah                  (A102.07.031)
Oktavina Candrawati       (A102.07.032)

Motilitas yang berkaitan dengan faring dan oesophagus adalah menelan atau deglutition. Menelan dimulai ketika bolus didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di faring yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang terlibat dalam proses menelan. Menelan dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses tersebut tidak dapat dihentikan. Menelan (deglutition) adalah suatu respon reflek yang dicetuskan oleh impuls aferen nervus trigeminus, glosopharingeus dan vagus.

Menelan dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
1.  Tahap Oral
Fase oral, bersifat volunter/sadar (sesuai perintah otak) yang dilakukan oleh lidah. Perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletakkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Palatum molle tertarik ke atas untuk mencegah makanan masuk hidung, dan lipatan palatofaring di setiap sisi faring mendekat bersama, agar hanya bolus yang berukuran kecil saja yang bisa lewat.
2. Tahap Orofaring
Tahap orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan bolus dari mulut melalui faring dan masuk ke oesophagus, saat menelan ini bolus harus diarahkan ke dalam oesophagus dan dicegah untuk masuk ke saluran lain seperti kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, atau masuk ke trakea, dengan cara :
Selama menelan posisi lidah menekan palatum durum untuk mencegah makanan kembali ke mulut.
Uvula elevasi atau terangkat di bagian belakang tenggorokan, sehingga saluran hidung tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung. Makanan dicegah masuk trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan pita suara melintasi laring atau glotis. Selama menelan pita suara melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot-otot laring menyebabkan pita suara merapat erat satu sama lain, sehingga pintu masuk glotis tertutup. Selain itu bolus menyebabkan epiglotis tertekan ke belakang menutupi glotis yang mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan. Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam oesophagus.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
3.  Tahap Oesophagus
Selanjutnya, makanan masuk ke dalam esophagus karena kerja peristaltik, lingkaran serabut otot di depan makanan mengendor dan di belakang makanan berkontraksi, sehingga gelombang peristaltic menghantarkan bola makanan ke lambung. Pusat menelan memulai gelombang peristaltik primer yang mengalir dari pangkal ke ujung oesophagus, mendorong bolus didepannya melewati oesophagus ke lambung. Peristaltik mengacu pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler yang bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan mengosongkan, mendorong bolus di depan kontraksi. Dengan demikian pendorongan makanan melalui oesophagus adalah proses aktif yang tidak mengandalkan gravitasi. Makanan dapat didorong ke lambung bahkan dalam posisi kepala di bawah. Gelombang peristaltik berlangsung sekitar 5 – 9 detik untuk mencapai ujung bawah oesophagus. Kemajuan gelombang tersebut dikontrol oleh pusat menelan melalui persyarafan vagus.
Sekresi oesophagus seluruhnya bersifat protektif dan berupa mukus, mukus disekresikan di sepanjang saluran pencernaan. Dengan menghasilkan lubrikasi untuk lewatnya makanan, mukus oesophagus memperkecil kemungkinan rusaknya oesophagus oleh bagian-bagian makanan yang tajam, mukus juga melindungi dinding oesophagus dari asam dan enzim getah lambung apabila terjadi refluks lambung.


                     gb. oesophagus

PROSES DEFEKASI

Kelompok 3
Kelas 1 B 2
  Anggota :
Putri Karmira Sari             A102.07.034
Putri Wulandari                 A102.07.035
Resti Pratita                      A102.07.036
Rizky Ni’mah Khoiry        A102.07.037
Ruli Dewi Titissari             A102.07.038

       Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.
Gerakan peristaltis dari otot-otot dinding usus besar menggerakkan tinja dari saluran pencernaan menuju ke rektum. Pada rektum terdapat bagian yang membesar (disebut ampulla) yang menjadi tempat penampungan tinja sementara. Otot-otot pada dinding rektum yang dipengaruhi oleh sistem saraf sekitarnya dapat membuat suatu rangsangan untuk mengeluarkan tinja keluar tubuh. Jika tindakan pembuangan terus ditahan atau dihambat maka tinja dapat kembali ke usus besar yang menyebabkan air pada tinja kembali diserap, dan tinja menjadi sangat padat. Jika buang air besar tidak dapat dilakukan untuk masa yang agak lama dan tinja terus mengeras, konstipasi dapat terjadi. Sementara, bila ada infeksi bakteri atau virus di usus maka secara refleks usus akan mempercepat laju tinja sehingga penyerapan air sedikit. Akibatnya, tinja menjadi lebih encer sehingga perut terasa mulas dan dapat terjadi pembuangan secara tanpa diduga. Keadaan demikian disebut dengan diare.

      Ketika rektum telah penuh, tekanan di dalam rektum akan terus meningkat dan menyebabkan rangsangan untuk buang air besar. Tinja akan didorong menuju ke saluran anus. Otot sphincter pada anus akan membuka lubang anus untuk mengeluarkan tinja. dalam recum terdapat dua otot yang berperan dalam proses defekasi yaitu otot sphincter ani internus dan otot shpincter ani eksternus.
otot sphincter ani internus bekerja secara tidak sadar sehingga sewaktu faecal material (feses) menekan otot tersebut akan berelaksasi tetapi tidak akan terjadi proses defekasi apabila otot sphincter ani eksternus berkontraksi.Namun apabila  otak menghendaki adanya proses defekasi maka otak mengirimkan sinyal kepada otot sphincter ani eksternus yang bekerja secara sadar untuk berelaksasi sehingga terjadi proses defekasi.
      Selama buang air besar, otot dada, diafragma, otot dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran cerna. Pernapasan juga akan terhenti sementara ketika paru-paru menekan diafragma dada ke bawah untuk memberi tekanan. Tekanan darah meningkat dan darah yang dipompa menuju jantung meninggi.
Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar. Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti cedera pada otot sphinter anus), radang, penyerapan air pada usus besar yang kurang (menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).






Senin, 03 Oktober 2011

FISIOLOGI DIARE

Kelompok 1:
Muhammad Maksum AR           (A.102.07.029)
Putri Dian Anggita                      (A.102.07.033)
Wahyu Setyawan                       (A.102.07.047)
Yuma Patarihan                          (A.102.07.049)


Menurut WHO, diare adalah proses pengeluaran feces lunak atau cair yang berulang kali atau lebih dari tiga kali dalam sehari. Gejala infeksi pencernaan ini biasanya disebabkan oleh bermacam-macam organism seperti bakteri, parasit dan virus.
Infeksi ini dapat ditularkan melalui makanan, minuman atau air yang sudah terkontaminasi, bisa juga ditularkan dari orang yang sudah terjangkit diare kepada orang yang sehatkarena faktor sanitasi atau kebersihan lingkungan yang minim.
Diare parah dapat menyebabkan dehidrasi , bahkan pada bayi dapat menyebabkan kematian. Diare dapat disembuhkan asal pasien menjaga agar dia tidak kehilangan banyak cairan tubuhnya.
Pertolongan utama untuk penderita diare adalah dengan pemberian oralit (campuran air matang hyggienis, gula dan garam dapur), diet makanan dan minuman bergizi, obat-obatan sesuai dengan resep dokter (biasanya diberi tablet zink à Micronutrein esensial yang berguna pada tubuh).
Ada 3 jenis diare, yaitu:
1.       Diare feces cair yang berlangsung beberapa jam atau hari yang dikategorikan sebagai kolera.
2.       Diare feces yang disertai darah yang dikenal dengan disentri.
3.       Diare akut yang berlangsung selama 14 hari atau lebih.
Tingkat dehidrasi pada penderita diare:
1.       Awal dehidrasi yang gejala atau tanda-tandanya belum jelas.
2.       Dehidrasi tingkat dua yang sering merasa haus, gelisah dan mudah marah, elastisitas kulit menurun serta mata cekung.
3.       Dehidrasi akut dengan gejala mulai berkurang, jarang buang air kecil, kedinginan, tangan dan kaki lembab, denyut nadi melemah, tekanan darah rendah atau bahkan nyaris tak terdeteksi, kulit pucat dan pasien mengalami syok.

FISIOLOGI DIARE
Fungsi utama usus besar besar adalah untuk penyerapan air dan elektrolit. Apabila ada bakteri atau toksin (racun) yang masuk kedalam Intestinum Crassom, maka fungsi dari Intestinum Crassom yang semula mengabsorbsi air dan mineral berubah menjadi mensekresi air untuk mengencerkan kadar toksin yang ada dalam usus besar. Sehingga feces menjadi cair dan langsung menuju colon sigmoid, berdasarkan hokum Archimedes, bahwa Air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah, maka feces yang cair tersebut sedikit demi sedikit masuk kedalam recktum yang tempatnya lebih rendah dari colon sigmoid, kemudian menyentuh Musculus Sphingterani Internus dan merangsang terjadinya defekasi. Namun Musculus Sphingterani Eksternus masih dapat menahan sehingga kita dapat menentukan kapan kita akan buang air besar. Dan ini terjadi terus menerus sampai toksin dalam Intestinum Crassom habis.


REFERENSI:
dr. Warni Sutrisno